Perusahaan Bongkar Muat Terdegradasi

Sedikitnya 23 perusahaan bongkar muat yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, gulung tikar selama tahun 2006. Turunnya volume angkutan kargo diduga kuat sebagai faktor pemicunya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Jawa Timur TF Sitorus akhir pekan lalu mengatakan, total perusahaan bongkar muat di Tanjung Perak kini tinggal sekitar 119 perusahaan.

Padahal, pada tahun 2005 total penyedia jasa bongkar muat yang beroperasi di pelabuhan terbesar untuk wilayah Indonesia Timur itu tercatat masih ada sedikitnya 142 perusahaan.

Menurut Sitorus, turunnya pangsa pasar bongkar muat barang di Tanjung Perak merupakan penyebab utama tutupnya perusahaan tersebut. Minimnya permintaan jasa (order) bongkar muat yang diterima tidak mampu menutup biaya operasional perusahaan.

Sebuah perusahaan bisa mencapai cashflow yang sehat apabila minimal order bongkar muat yang diterima 400.000 ton dalam satu tahun. Akan tetapi, di Tanjung Perak satu perusahaan ada yang hanya menerima 25.000 ton permintaan bongkar muat selama satu tahun.

Direktur Utama PT Berkas Sarana Inti( sebuah perusahaan bongkar muat) Bambang Sartono mengungkapkan, turunnya pangsa pasar bongkar muat disebabkan oleh turunnya volume arus barang yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak menyusul sepinya transaksi perdagangan akibat pengaruh dari krisis ekonomi makro.

Selain itu, banyak para pengguna jasa bongkar muat beralih ke sistem peti kemas karena dianggap lebih efektif, cepat, dan efisien. Minim infrastruktur

APBMI mencatat pada tahun 1997 volume angkutan kargo mencapai 20 juta ton lebih selama satu tahun. Namun, pada tahun 2005 volume arus barang tersebut turun menjadi 13,5 juta ton per tahun. Puncaknya pada tahun 2006 volume arus angkutan kargo tinggal 11 juta ton.

Adapun jenis barang didominasi oleh produk-produk komoditas pertanian dan perkebunan seperti rotan/bambu, bahan makanan, dan barang-barang bahan baku industri seperti besi. Bentuknya bisa padat, log, barang cair, atau curah kering.

Wakil Ketua APBMI Jatim Capt Priyanto menambahkan, persoalan yang dihadapi anggotanya tidak hanya masalah penurunan volume angkutan kargo. Mereka juga terkendala oleh minimnya infrastruktur penunjang yang tersedia di Pelabuhan Tanjung Perak.

Di antaranya, fasilitas jalan akses dari area dermaga menuju ke kompleks pergudangan yang kurang bagus. Masih banyak jalan berlubang dan jalan rusak. Ditambah fasilitas lampu penerangan yang kurang memadai sehingga sering kali menghambat aktivitas bongkar muat, terutama saat malam hari.

"Cincin pengikat jala lambung di dermaga sering hilang, padahal alat itu berfungsi sebagai penahan barang muatan kapal agar tidak jatuh ke laut," katanya.

Priyanto mengaku, sudah berkali-kali melapor ke Pelindo sebagai pengelola pelabuhan agar memperbaiki infrastruktur yang rusak seperti atap gudang penyimpanan barang yang bocor.